Hukum Istri Minta Cerai Dalam Islam, Berikut Penjelasannya

Hukum Istri Minta Cerai Dalam Islam- Dalam pernikahan, semua pasangan suami istri tentu mempunyai harapan dapat membangun keluarga yang sakinah mawaddah dan warrahmah seperti yang telah dipaparkan dalam Al Quran Surat Ar-Rum ayat 21.

“Pernikahan di dalam Al Quran disebut sebagai “Miitsaqqun Ghalidz” atau perjanjian agung.

Bukan hanya sekedar upacara mengikuti tradisi, bukan juga semata-mata sarana untuk mendapatkan keturunan, apalagi hanya sebagai penyalur libido seksualitas atau syahwat belaka.

Pernikahan adalah amanah dan tanggung jawab, membangun mahligai kehidupan bersama. Pahalanya adalah sorga, apalagi keduanya saaing mencintai.”

-KH. Ahmad Mustofa Bisri

Namun, pada faktanya membangun rumah tangga bukanlah semudah membalikkan telapak tangan, kadangkala terjadi konflik, kesalahpahaman, cekcok dan lainnya.

Jika frekuensi hal tersebut sering terjadi dalam keluarga kita, tidak menutup kemungkinan kebahagiaan yang sudah terajut dengan perlahan tapi pasti akan menyusut.

Untungnya, islam mempunyai ketentuan yang dapat dijadikan rujukan bagi pasangan suami istri yang sedang dirundung masalah. Jika pada akhirnya sudah tidak memungkinkan lagi untuk hidup bersama lagi, ada ketentuan yang harus ditunaikan seorang muslim.

Nah, di artikel ini kita akan membahas hukum istri minta cerai dalam Islam atau lebih dikenal dengan khulu’ dan fasakh. Apa itu? Mari kita simak.

Al Khulu’

hukum yang menerangkan istri minta cerai dalam islam
primaryme.com

Pengertian khulu’ dalam bahasa arab mempunyai arti melepas dan mengandung kata iwadl yang berarti penebus, imbalan atau pengganti.

Sedangkan menurut istilah syara’ khulu’ adalah permintaan gugatan cerai dari istri terhadap suami dengan pihak istri memberikan sejumlah imbalan kepada suami.

Sebagian sebagian ulama memberi pengertian bahwasanya khulu’ ialah terjadinya perceraian antara sepasang suami-istri dengan ridha dari kedua belah pihak dan ada sejumlah pembayaran dari pihak istri untuk suami.

Hukum Al Khulu’

Begitu lengkapnya Islam mengatur kemaslahatan umat hingga hukum istri minta cerai pun dijelaskan secara rinci di dalam Al Quran, sebagaimana firman Allah SWT.

وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا  افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya:

Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.

Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. QS Al Baqarah: 229

Jika kita melihat sejarah, khulu’ pertama kali terjadi pada istri sahabat Tsabit bin Syam Al Anshori seperti hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas r.a,  sabda Rasulullah SAW.

“Isteri Tsabit bin Qais bin Syammas mendatangi Nabi SAW seraya berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak membenci Tsabit dalam agama dan akhlaknya. Aku hanya takut kufur”.

Maka Rasulullah SAW bersabda: “Maukah kamu mengembalikan kepadanya kebunnya?” Ia menjawab, “Ya”, maka ia mengembalikan kepadanya dan Rasulullah SAW memerintahkannya, dan Tsabit pun menceraikannya”. [HR Al Bukhari]

Ketentuan Hukum Al Khulu’

Menurut tinjauan fiqih, yang mengambil hukum dasar yang bersumber dari Al Quran dan Hadits di atas, para ulama sepakat untuk membagi Al khulu’ menjadi 5 hukum, diantaranya sebagai berikut:

1. Mubah (Boleh)

Hukum istri minta cerai dalam islam (khulu’) menjadi mubah ketika sang istri sudah tidak mencintai suaminya lantas ia takut tidak akan bisa memenuhi hak sang suami dan tidak dapat menegakkan batasan yang sudah diatur oleh Allah SWT. dalam memberikan ketaatan kepada suami.

“..Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya”. QS Al Baqarah: 229

Al Hafizh Ibnu Hajar berpendapat bahwasanya Al Khulu, adalah seorang suami menceraikan isterinya dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang, kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah.

Hal ini bisa muncul karena adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga, bisa jadi karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya.

Senada dengan Imam Ibnu Hajar, Syaikh Al Bassam berpendapat, diperbolehkan Al Khulu (gugat cerai) bagi wanita, jika sang isteri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan haknya.

Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang isteri untuk bersabar dan tidak memilih perceraian.

2. Haram

Pada dasarnya hukum khulu’ sendiri adalah mubah atau boleh, namun menjadi bisa haram jika salah satu dari suami/istri melakukan suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti:

a. Suami

Jika suami dengan sengaja memutuskan komunikasi dengan istri, menyusahkannya karena tidak memberikan nafkah dan tidak memberikan kewajiban suami dengan tujuan agar mendapatkan tebusan sebab sang istri meminta khulu’.

Maka khulu’ yang seperti itu adalah bathil dan tebusan wajib dikembalikan pada wanita.

Sedangkan status wanita itu tetap seperti asalnya jika Khulu’ tidak dilakukan dengan lafazh thalak, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata”. QS An-Nisa: 19

Jika suami menceraikannya, maka ia tidak mempunyai hak mengambil tebusan tersebut. Tetapi, jika istri berzina kemudian suami membuatnya susah agar isteri tersebut membayar terbusan dengan Al Khulu, maka diperbolehkan berdasarkan ayat di atas.

b. Istri

Apabila ada istri yang meminta gugatan cerai, padahal rumah tangga dalam keadaan baik, tidak ada suatu permasalahan serius dan tidak ada alasan kuat/syar’i yang membolehkan adanya khulu’, maka hal ini dilarang. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai) kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya aroma surga” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam kitab Irwa’ul Ghalil, no. 2035]

3. Sunnah

Khulu’ bisa menjadi sunnah, jika suami mempunya perilaku yang mufarrith (meremehkan) hak-hak Allah. Demikianlah menurut pandangan madzhab imam Ahmad bin Hanbal.

4. Wajib

Terkadang khulu’ hukumnya menjadi wajib pada keadaan tertentu. Misalnya terhadap orang yang tidak pernah melakukan shalat (ingkar), padahal telah diingatkan.

Demikian juga seandainya suami mempunyai perbuatan atau keyakinan yang bisa menyebabkan keyakinan sang istri keluar dari Islam.

Maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut Al Khulu walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak pantas menjadi istri dari seorang yang mempunyai keyakinan dan perbuatan kufur .

Fasakh

Gugatan cerai dalam hukum islam
echourouqmedia.net

Fasakh adalah rusaknya suatu pernikahan melalui pengadilan yang pada hakikatnya hak tersebut diberikan kepada pasangan suami istri atau dengan kata lain pembatalan akad nikah.

Hal ini terjadi karena sebab-sebab tertentu yang belum diketahui sebelumnya, misalnya terdapat penyakit kusta, supak, gila, impoten, tumbuh daging di kemaluan wanita dan lain sebagainya.

Beri Tanggapan