Bagaimana Hukum Membunuh Dalam Islam yang Benar

Hukum membunuh dalam islam – Pada umumnya, tak ada satupun agama di dunia ini yang secara tegas mengbolehkan apa yang namanya pembunuhan karena tujuan utama dari sebuah agama adalah membawa kedamaian, menyebarkan benih-benih kasih sayang serta mengatur kehidupan sosial agar lebih baik.

Hukum Membunuh Dalam Islam

Hukum Membunuh Dalam Islam
solafussholeh.blogspot.com

Agama Islam pun demikian, sejak pernama diturunkan ke muka bumi, islam sudah menegaskan bahwa islam membawa visi rahmatan lil alaamin (QS: Al Anbiya 107) sehingga kita tak akan menemukan pembenaran bagi seseorang yang melakukan tindak kejahatan.

Pendahuluan

Di zaman yang persaingannya semakin tinggi ini, tindak kejahatan makin marak di mana mana membuat masyarakat semakin cemas. Apalagi para pelaku semakin berani melancarkan aksinya di muka umum.

Permasalahan

  • Bagaimanakah hukum membunuh dalam Islam?

Dalil Hukum Membunuh Dalam Islam

1). Al Quran:

  • “Barang siapa membunuh orang mu’min secara sengaja, maka balasannya adalah neraka jahannam dan ia langgeng didalamnya.” (QS. An-Nisa’: 93).
  • “Wahai orang-orang yang mu’min, diwajibkan atasmu qishas”. (QS. Al Baqarah: 178).

2). Hadits:

  • Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh membunuh orang mu’min itu lebih besar menurut Allah daripada hilangnya dunia dan isinya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud dengan isnad yang Shahih].

Pembahasan Hukum

Hukum Membunuh Dalam Islam dan UU
nu.co.id

Jika kita menilik ayat dalam surat An-Nisa ke-93 di atas, maka mika bisa menarik kesimpulan bahwasanya orang yang membunuh orang lain Neraka Jahannam-lah tempatnya untuk selamanya.

Artinya bahwa hukum membunuh dalam Islam adalah dosa besar yang haram dilakukan. Maksud dari kata “selamanya” di sini adalah ia akan tinggal di Neraka Jahannam dalam waktu yang sangat lama, karena maksiatnya orang mu’min azabnya tidak akan selamanya.

Hukum membunuh dalam Islam memang dilarang, bahkan jika kita dengan sengaja membunuh anak Adam dengan tanpa hak adalah sebesar-besarnya dosa besar setelah kufur. Maka dari itu Allah SWT  menetapkan qisash bagi para pelaku pembunuhan dengan tanpa hak.

Dalam Islam, membunuh dibagi menjadi 3 bagian diantaranya:

Membunuh Secara Sengaja

Maksudnya adalah sengajar melukai seseorang menggunakan sesuatu yang bisa menghilangan nyawa secara jelas serta secara umum dapat membunuh.

Membunuh Menyerupai Sengaja

Berusaha untuk melukai seseorang menggunakan sesuatu yang secara umum tidak bisa menghilangkan nyawa tetapi seseorang tersebut mati.

Membunuh Secara Al Khatha’

Saat orang tersebut tak berniat untuk membunuh seseorang namun karena unsur kesengajaan ia membunuhnya, seperti ketika berburu hewan dengan tombak namun malah salah sasaran mengenai orang lain lalu orang tersebut mati.

Namun jika dilihat dari hukumnya adalah tidak semua pembunuhan itu mengakibatkan dosa. Ada pula pembunuhan yang wajib. Jika dijabarkan, maka hukum membunuh dalam Islam terbagi menjadi 5 hukum:

Hukum Membunuh Wajib

Misalnya membunuh seseorang yang murtad (keluar dari Islam) ketika tidak mau bertaubat dan juga membunuh kafir harbi (kafir yang memerangi kaum muslim) ketika mereka tak mau mengikuti ajaran Islam atau membayar jizyah (pajak).

Hukum Membunuh Haram

Membunuh seseorang yang dilindungi darahnya (orang muslim) tanpa hak. Jelas hal ini seperti hukumnya haram dalam Islam. Balasan bagi orang yang melakukan pembunuhan seperti ini adalah Neraka Jahannam.

Hukum Membunuh Makruh

Membunuh orang lain yang perang menghadapi saudaranya sendiri yang kafir dan orang kafir tersebut tidak menjelek-jelekkan Allah SWT dan Rasulnya.

Hukum Membunuh Sunnah

Membunuh orang yang memerangi saudara kafirnya sendiri dan orang kafir tersebut menghina Allah dan Rasulnya.

Hukum Membunuh Mubah

Seorang imam yang membunuh tawanan perang diman imam dengan ijtihadnya dipersilahkan apakah ingin membunuh atau tidak tawanan perangnya tersebut tergantung paling banyak maslahatnya di mana.

Penutup

Pada intinya membunuh seorang manusia ditamsilkan sama dengan membuh semua umat manusia. Karena setiap manusia pasti mempunyai anggota keluarga, keturunan.

Aturan ini tentunya tak hanya mengkhususkan kepada umat Islam semata dan nonmuslim dihalalkan darahnya. Karena misi rahmatan lil alaamin yang dipegang teguh agama Islam adalah untuk seluruh semesta.

Dalam hadits riwayat Bukhari dijelaskan maqatala dzimmiyan lam yarih ra‘ihah Al jannah, orang yang membunuh seorang dzimmi (non-muslim yang berada dalam perjanjian keamanan), maka ia tidak akan mencium aroma surga.

Hukum Membunuh Begal Dalam Islam

Hukum Membunuh Dalam Islam Begal
ibnuabbaskendari.wordpress.com

Ada pertanyaan menggelitik yang banyak terdengar, yaitu bagaimanakah hukum membunuh begal dalam Islam?

Ibnu Taimiyah Rahimahullah pernah ditanya mengenai orang yang bebruat kerusakan di muka bumi dengan cara menghalalkan harta dan nyawa orang lain Mislanya saja seorang begal.

Apakah kita harus menyerahkan harta kita atau membunuhnya untuk membela diri. Apakah ia disebut nafal? Apakah ia akan berdosa jika membunuh orang yang menuntut kita harus membunuhnya?

Syaikhul Islam menjawab:

Ulama sepakat bahwa boelh melawan para perampok (begal). hal ini terbukti dalam hadits Rasulullah yang berbunyi:

مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ

“Siapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka dia syahid.”

Jika si begal ingin merampas harta benda korban (yang tak halal dirampas hartanya) maka tak wajib untuk memberikan hartanya. Tapi ia bisa melawan dengan cara semampunya.

Jika masih belum bisa dihentikan, maka korban boleh menggunakan senjata untuk menyerangnya. Jika korban pembegalan itu terbunuh maka ia mati syahid.

Jika korban bisa membunuh salah satu dari gerombolan perampok tersebut maka darahnya tidak bisa dituntut di akherat kelak. Begitu juga ketika begal berusaha membunuh korban, para ulama sepakat korban boleh melawan walaupun terjadi pembunuhan.

Apabila begal hanya mengancam harta, maka melindungi harta menjadi tidak wajib hukumnya. Korban bisa menyerahkan harta dan tak melawan. namun jika begal mengancam akan membunuh, ulama mempunyai perbedaan perdapat, wajib melawan atau tidak, ada 2 pendapat dari Imam Ahmad tentang kasus ini. (Majmu’ Fatawa 34: 242)

Beri Tanggapan