Cara Memandikan Jenazah yang Benar

Sudah sepatutnya umat muslim turut mengurus jenazah yang baru saja meninggal. Mulai dari memandikan hingga mengkafani, hukumnya fardhu kifayah. Artinya jika sebagian umat muslim sudah melaksanakannya maka kewajiban itu dianggap gugur bagi umat muslim yang lain.

Beberapa sunnah yang dianjurkan yaitu memejamkan mata orang yang baru meninggal dunia sambil mendoakan kebaikan kepada jenazah, mengikat dagunya agar tidak terbuka, menutupnya dengan kain, dan bersegera mempersiapkan jenazah untuk dikubur.

Dalam persiapan sebelum dikubur, jenazah perlu dimandikan. Berikut cara memandikan jenazah yang benar.

Cara Memandikan Jenazah

Orang yang melakukannya sebaiknya yang memiliki pemahaman fikihnya dengan baik, diutamakan dari kalangan kerabat jenazah. Hal ini sebagaimana dulu yang memandikan jenazah Nabi shallallahu’alaihi wasallam adalah Ali radhiallahu’anhu dan kerabat Beliau.

Selain itu, jenazah laki-laki wajib dimandikan oleh laki-laki. Demikian pula bagi jenazah wanita, wajib dimandikan oleh sesama wanita karena untuk menjaga aurat. Namun hal tersebut bisa dibuat pengecualian untuk suami terhadap istrinya atau sebaliknya. Sementara bagi anak yang berusia kurang dari 7 tahun boleh dimandikan oleh laki-laki maupun wanita.

Perangkat memandikan jenazah

Perangkat yang dibutuhkan untuk memandikan jenazah yaitu:

  • Sarung tangan atau kain, untuk dipakai orang yang memandikan agar terjaga dari najis, kotoran dan penyakit
  • Masker penutup hidung, untuk menjaga orang yang memandikan agar terjaga dari penyakit
  • Spon penggosok atau kain untuk membersihkan badan jenazah
  • Kapur barus yang sudah digerus untuk dilarutkan dengan air
  • Daun sidr (bidara) jika ada, yang busanya digunakan untuk mencuci rambut dan kepala jenazah. Jika tidak ada, bisa diganti dengan sampo
  • Satu ember sebagai wadah air
  • Satu ember sebagai wadah air kapur barus
  • Gayung
  • Kain untuk menutupi aurat jenazah
  • Handuk
  • Plester bila dibutuhkan untuk menutupi luka yang ada pada jenazah
  • Gunting kuku untuk menggunting kuku jenazah jika panjang

Cara memandikan jenazah

Melemaskan persendian mayit

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan, yang artinya “Adapun melemaskan persendian, hikmahnya untuk memudahkan ketika dimandikan. Caranya dengan merentangkan tangannya lalu ditekuk. Dan direntangkan pundaknya lalu ditekuk. Kemudian pada tangan yang satunya lagi. Demikian juga dilakukan pada kaki. Kakinya pegang lalu ditekuk, kemudian direntangkan, sebanyak dua kali atau tiga kali. Sampai ia mudah untuk dimandikan.” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424)

Sebaiknya berlaku lembut pada mayit. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Memecah tulang orang yang telah meninggal dunia adalah seperti memecahnya dalam keadaan hidup.” (HR. Abu Daud no. 3207, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud)

Melepas pakaian yang melekat di badannya

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan, yang artinya “[Dilepaskan pakaiannya] yaitu pakaian yang dipakai mayit ketika meninggal. Disunnahkan untuk dilepaskan ketika ia baru wafat. Kemudian ditutup dengan rida (kain) atau semisalnya.” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424)

Namun penting dicatat, orang yang meninggal dunia ketika ihram tidak boleh ditutup wajah dan kepalanya, berdasarkan hadits di atas. Lalu, jika pakaian jenazah sulit untuk dilepas, boleh digunting hingga terlepas.

Menutup tempat mandi dari pandangan orang banyak

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan, yang artinya “Mayat ditutup dalam suatu ruangan yang tertutup pintu dan jendelanya. Sehingga tidak terlihat oleh siapapun kecuali orang yang mengurus pemandian jenazah. Dan tidak boleh dimandikan di hadapan orang-orang banyak.” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/428)

Kemudian jenazah ditutup dengan kain pada bagian auratnya terhadap sesama jenis, yaitu dari pusar hingga lutut bagi laki-laki dan dari dada hingga lutut bagi wanita.

Teknis pemandian

Sesuai Matan Akhsharil Mukhtasharat, teknis pemandian jenazah yaitu

  • Berniat dan membaca basmalah, keduanya wajib ketika mandi untuk orang hidup.
  • Kemudian angkat kepalanya jika ia bukan wanita hamil, sampai mendekati posisi duduk.
  • Lalu tekan-tekan perutnya dengan lembut. Perbanyak aliran air ketika itu, kemudian lapisi tangan dengan kain dan lakukan istinja (cebok) dengannya. Namun diharamkan menyentuh aurat orang yang berusia 7 tahun (atau lebih).
  • Selanjutnya, masukkan kain yang basah dengan jari-jari ke mulutnya lalu gosok giginya dan kedua lubang hidungnya. Bersihkan keduanya tanpa memasukkan air.
  • Lakukan wudhu pada mayit.
  • Cuci kepalanya dan jenggotnya dengan busa dari daun bidara, serta pada badannya beserta bagian belakangnya.
  • Kemudian siram air padanya. Disunnahkan diulang hingga tiga kali dan disunnahkan juga memulai dari sebelah kanan.
  • Juga disunnahkan melewatkan air pada perutnya dengan tangan.
  • Jika belum bersih diulang terus hingga bersih.
  • Dimakruhkan hanya mencukupkan sekali saja, dan dimakruhkan menggunakan air panas dan juga daun usynan tanpa kebutuhan.
  • Sisir rambutnya dan disunnahkan air kapur barus dan bidara pada siraman terakhir.
  • Disunnahkan menyemir rambutnya dan memotong kumisnya serta memotong kukunya jika panjang.

Poin-poin tambahan seputar teknis pemandian jenazah

  • Hal yang wajib dalam memandikan mayit adalah dilakukan sebanyak satu kali. Disunnahkan tiga kali, boleh lebih dari itu jika dibutuhkan.
  • Bagi jenazah wanita, dilepaskan ikatan rambutnya dan dibersihkan. Kemudian dikepang menjadi tiga kepangan dan diletakkan di bagian belakangnya.

Jika tidak memungkinkan mandi, maka diganti tayamum

Ada uzur tertentu yang bisa dimaklumi untuk mengganti mandi dengan tayamum. Misalnya, tidak ada air untuk memandikan jenazah atau khawatir tubuhnya akan tersayat-sayat jika dimandikan. Misalnya lagi, jenazah merupakan seorang wanita di tengah-tengah kaum lelaki dan sebaliknya, sementara tidak ada mahramnya. Jenazah tersebut bisa ditayamumi dengan tanah (debu) yang baik, diusap wajah, dan kedua tangannya dengan penghalang dari kain atau yang lainnya.

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan, yang artinya “(Jika ada udzur untuk dimandikan, maka mayit di-tayammumi), yaitu karena adanya masyaqqah. Maka salah seorang memukulkan kedua tangannya ke debu kemudian diusap ke wajah dan kedua telapak tangannya. Ini sudah menggantikan posisi mandi. Misalnya bagi orang yang mati terbakar dan jika dimandikan akan rusak dagingnya, maka tidak bisa dimandikan. Demikian juga orang yang penuh dengan luka dan kulitnya berantakan. Jika terkena dimandikan dengan air maka akan robek-robek kulitnya dan dagingnya. Maka yang seperti ini tidak dimandikan.” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/435-436)

Disunnahkan untuk mandi bagi orang yang sudah selesai memandikan jenazah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya “Barangsiapa yang memandikan mayit, maka hendaklah dia mandi. Dan barangsiapa yang memikul jenazah, maka hendaklah dia wudhu.” (HR Abu Dawud no. 3161 dihasankan Al Albani dalam Ahkamul Janaiz no. 71)

Janin yang keguguran

Janin yang mati karena keguguran dan telah berumur lebih dari empat bulan, maka dimandikan dan dishalatkan. Jika 4 bulan atau kurang maka tidak perlu. Berdasarkan hadits dari Al Mughirah bin Syu’bah secara marfu’, artinya “Janin yang mati keguguran, dia dishalatkan dan dido’akanampunan dan rahmat untuk kedua orang tuanya.” (HR. Abu Dawud no. 3180, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud)

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan, “Janin yang mati keguguran jika di bawah empat bulan maka yang shahih ia tidak dikafani. Namun ia dilipat dan dikuburkan di tempat yang bersih. Dan ia tidak diperlakukan sebagaimana manusia. Jika sudah berusia 4 bulan (atau lebh) maka diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup, yaitu dimandikan, dikafani dan dishalatkan.” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/435)

Mengkafani jenazah

Hukum mengkafani jenaazah

Mengkafani jenazah sama hukumnya sebagaimana memandikannya, yaitu fardhu kifayah. Sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain.” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206)

Mengkafani jenazah cukup menutup seluruh tubuhnya dengan bagus. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah memperbagus kafannya.” (HR. Muslim no. 943)

Kecuali orang yang meninggal dalam keadaan ihram, maka tidak ditutup kepalanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya. Karena Allah akan membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206)

Kriteria kain kafan

Kain kafan untuk mengkafani jenazah lebih utama diambilkan dari harta jenazah

Dan semua biaya pengurusan jenazah lebih didahulukan untuk diambil dari harta jenazah daripada untuk membayar hutangnya, ini adalah pendapat jumhur ulama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kafanilah dia dengan dua bajunya”. Artinya, dari kain yang diambil dari hartanya.

Memakai kain kafan berwarna putih hukumnya sunnah, tidak wajib.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Pakailah pakaian yang berwarna putih dan kafanilah mayit dengan kain warna putih. Karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian.” (HR. Abu Daud no. 3878, Tirmidzi no. 994, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami no.1236)

Disunnahkan menggunakan tiga helai kain putih.

Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha ia berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dikafankan dengan 3 helai kain putih sahuliyah dari Kursuf, tanpa gamis dan tanpa imamah.” (HR. Muslim no. 941)

Kafan jenazah wanita

Jumhur ulama berpendapat disunnahkan wanita menggunakan 5 helai kain kafan. Namun hadits tentang hal ini lemah. Maka dalam hal ini perkaranya longgar, boleh hanya dengan 3 helai, namun 5 helai juga lebih utama.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata, “Dalam hal ini telah ada hadits marfu’ (kafan seorang wanita adalah lima helai kain). Akan tetapi, di dalamnya ada seorang rawi yang majhul (tidak dikenal). Oleh karena itu, sebagian ulama berkata: “Seorang wanita dikafani seperti seorang lelaki. Yaitu tiga helai kain, satu kain diikatkan di atas yang lain.” (Asy Syarhul Mumti’, 5/393).

Disunnahkan menambahkan sarung, jilbab dan gamis bagi mayit wanita. Al Lajnah Ad Daimah mengatakan, “Mayit wanita dimulai pengkafananannya dengan membuatkan sarung yang menutupi auratnya dan sekitar aurat, kemudian gamis yang menutupi badan, kemudian kerudung yang menutupi kepala kemudian ditutup dengan dua lapis.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah. 3/363)

Kafan untuk anak kecil

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan, “Mayit anak kecil cukup dengan gamis dan dua lapis kafan” (Ad Durar Al Mubtakirat, 1/438).

Tidak diharuskan kain kafan dari bahan tertentu

Tidak ada ketentuan jenis bahan tertentu untuk kain kafan. Yang jelas kain tersebut harus bisa menutupi mayit dengan bagus dan tidak tipis sehingga menampakkan kulitnya.

Wewangian untuk kain kafan

Disunnahkan memberi wewangian pada kain kafan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian memberi wewangian kepada mayit, maka berikanlah tiga kali.” (HR Ahmad no. 14580, dishahihkan Al Albani dalam Ahkamul Janaiz no. 84)

Teknis Mengkafani Jenazah

Menurut matan Akhsharil Mukhtasharat, teknis mengkafani jenazah adalah sebagai berikut

  • Bentangkan tali-tali pengikat kafan secukupnya. Tidak ada jumlah tali yang ditentukan syariat.
  • Bentangkan kain kafan lapis pertama di atas tali-tali tersebut.
  • Beri bukhur pada kain lapis pertama, atau jika tidak ada bukhur maka gunakan minyak wangi atau sejenisnya.
  • Bentangkan kain kafan lapis kedua di atas lapis pertama.
  • Beri bukhur atau minyak wangi pada kain lapis kedua.
  • Bentangkan kain kafan lapis ketiga di atas lapis kedua.
  • Beri bukhur atau minyak wangi pada kain lapis ketiga.
  • Letakkan jenazah di tengah kain.
  • Tutup dengan kain lapis ketiga dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri.
  • Tutup dengan kain lapis kedua dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri.
  • Tutup dengan kain lapis pertama dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri.
  • Ikat dengan tali yang ada.