Syarat-syarat Diterimanya Dua Kalimat Syahadat

Kalimat syahadat merupakan pernyataan keislaman yang mengandung makna yang dalam dan menjadi landasan iman bagi setiap Muslim.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi definisi, makna, dan pentingnya dua kalimat syahadat dalam kehidupan seorang Muslim.

Definisi dan Makna Kalimat Syahadat

Dua kalimat syahadat adalah ungkapan atau pernyataan keislaman yang menjadi syarat utama untuk memeluk agama Islam. Mereka mengandung pengakuan terhadap tauhid (keesaan Allah) dan risalah (utusan Allah).

Kalimat pertama, “Ashhadu an la ilaha illallah,” artinya “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah.”

Dalam kalimat ini, seseorang menyatakan dengan tegas keyakinannya bahwa hanya Allah yang layak untuk dijadikan obyek ibadah dan tidak ada ilah (Tuhan) lain yang memiliki hak untuk disembah. Ini merupakan landasan utama dalam ajaran tauhid dalam Islam.

Kalimat kedua, “Wa ashhadu anna Muhammadan rasulullah,” artinya “Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Dalam kalimat ini, seseorang mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah rasul dan utusan Allah yang ditugaskan untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada umat manusia.

Muhammad adalah contoh teladan yang diikuti oleh umat Muslim dalam menjalankan ajaran Islam dan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Allah melalui beliau.

Syarat-syarat Diterimanya Dua Kalimat Syahadat

1. Ilmu (العلم)

Maknanya adalah ilmu tentang arti dari kalimat syahadat yang mencakup penghapusan dan penetapan, yang menghilangkan kekurangpahaman tentang hal tersebut.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad:19)

إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“…kecuali orang yang mengakui al-haq dan mereka mengetahui (mengilmui).”(QS. Az-Zukhruf:86)

Al-haq di sini maksudnya adalah kalimat laa ilaaha illallaah dan mereka mengetahui (mengilmui) dengan hati mereka akan makna kalimat yang disebutkan lisan mereka.

Disebutkan dalam Shohih Bukhari, dari Utsman bin Affan radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

من مات وهو يعلم أنه لا إله إلا الله دخل الجنة

Barang siapa yang meninggal dan dia mengetahui (mengilmui) bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah niscaya pasti masuk surga.”

2. Yakin (اليقين)

Maksudnya adalah keyakinan yang menghilangkan keraguan, sehingga setiap orang yang mengucapkan kalimat syahadat yakin dengan apa yang dikandung oleh kalimat tersebut secara pasti.

Sebab, sebenarnya keimanan tidak akan berguna kecuali dengan pengetahuan yang yakin, bukan sekadar prasangka.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurot:15)

Maka kebenaran iman kepada Allah dan Rasul-Nya ditegaskan dengan keimanan yang tidak ada keraguan. Orang yang meragukan termasuk dalam golongan munafik, semoga Allah melindungi kita.

Dalam Shohih Bukhari, dari hadits Abu Hurairoh radhiallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

أشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ، لا يلقى الله بهما عبد غير شاك فيهما فيحجب عنه الجنة

Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku adalah utusanNya, tidaklah ada seorang hamba yang berjumpa dengan Allah dengan kalimat tersebut tanpa keraguan padanya maka surga akan melingkupinya (masuk surga).”

3. Menerima (القبول)

Maksudnya adalah menerima dengan hati dan ucapan apa yang terkandung dalam kalimat syahadat tersebut.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

إلا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ أُولَئِكَ لَهُمْ رِزْقٌ مَعْلُومٌ فَوَاكِهُ وَهُمْ مُكْرَمُونَ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ

“…kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). Mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu. Yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan. Di dalam surga-surga yang penuh nikmat.” (QS. Shoffat:40-43)

مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَهُمْ مِنْ فَزَعٍ يَوْمَئِذٍ آمِنُونَ

Barang siapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.” (QS. An-Naml:89)

Dalam Shohih Bukhari, dari Abu Musa radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:

مثل ما بعثني الله به من الهدى والعلم كمثل الغيث الكثير أصاب أرضا فكان منها نقية قبلت الماء فأنبتت الكلأ والعشب الكثير ، وكانت منها أجادب أمسكت الماء فنفع الله بها الناس فشربوا وسقوا وزرعوا ، وأصاب منها طائفة أخرى إنما هي قيعان لا تمسك ماء ولا تنبت كلأ ، فذلك مثل من فقه في دين الله ونفعه ما بعثني الله به فعلم وعلم ، ومثل من لم يرفع بذلك رأسا ولم يقبل هدى الله الذي أرسلت به

Sesungguhnya permisalan Allah Azza wa Jalla dengan apa-apa yang ada padaku dari petunjuk dan ilmu ini adalah bagaikan hujan yang membasahi bumi. Ada di antara bumi yang subur, ia dapat menerima air, menumbuhkan pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan yang banyak. Ada pula bumi yang tidak subur, ia tidak dapat menerima air tesebut, namun Allah memberikan manfaat bagi manusia, hingga mereka dapat minum darinya dan menggembalakan ternaknya. Dan ada pula bumi lain yaitu padang pasir yang tidak bisa menerima air dan tidak pula dapat menumbuhkan pohon-pohonan. Maka demikianlah permisalan bagi siapa yang paham terhadap agama Allah dan dapat mengambil manfaat dari apa-apa yang Allah mengutusku dengannya maka dia mengetahui dan mengajarkannya. Dan permisalan bagi siapa yang tidak mengangkat kepalanya dengan hal itu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya”

4. Taat/patuh (الانقياد)

Maksudnya adalah patuh terhadap apa yang dikandung oleh kalimat syahadat dan tidak bertentangan dengannya.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لا تُنْصَرُونَ

Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar:54)

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلا

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS. An-Nisaa:125)

وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ

Dan barang siapa yang menyerahkan wajahnya (dirinya) kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (QS. Luqman:22)

Maksud dari “berpegang kepada buhul tali yang kokoh” adalah memegang teguh kalimat “laa ilaaha illallaah” dan hanya kepada Allah-lah segala urusan diselesaikan.

Sedangkan makna “menyerahkan wajahnya” adalah tunduk dan patuh. Sedangkan makna “sedang dia orang yang berbuat kebaikan” adalah seseorang yang meyakini keesaan Allah.

5. Jujur ( الصدق)

Yakni kejujuran yang menolak kedustaan, maksudnya adalah mengucapkan kalimat syahadat dengan jujur dari hati dan lisan.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

الم أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Alif laam miim Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut:1-3)

Dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim, dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:

ما من أحد يشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله صدقا من قلبه إلا حرمه الله على النار

Tidak seorang pun yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya secara jujur dari hatinya melainkan Allah akan haramkan dirinya dari neraka.”

6. Ikhlas (الإخلاص)

Ketulusan dan kesucian hati dalam melakukan suatu perbuatan atau ibadah, tanpa mengharapkan imbalan atau pujian dari orang lain. memurnikan amal dengan niat yang benar dari segala bentuk kesyirikan.

Allah ‘azza wa jalla berfirman:

أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS Az-Zumar:3)

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Baiyinah:5)

Dalam Shohih Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:

أسعد الناس بشفاعتي من قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه أو نفسه

Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku adalah mereka yang mengucapkan laa ilaha illallaah ikhlas dari hati atau jiwanya.”

7. Cinta (المحبة)

Maksudnya adalah mencintai kalimat syahadat dan apa yang dituntut dan dikandungnya, mencintai orang-orang yang mengamalkan kandungannya, mencintai orang yang teguh menjaga syarat-syaratnya, dan membenci pembatalnya.

Allah berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-baqarah:165)

Tanda cinta seorang hamba kepada Tuhannya adalah dengan mengutamakan cinta kepada Tuhannya daripada hawa nafsunya, membenci apa yang dibenci Tuhannya meskipun hawa nafsunya menyukainya, setia kepada orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, serta melawan orang yang dimusuhi oleh Allah dan Rasul-Nya.

Selain itu, ia mengikuti jejak Rasul dan teguh pada ajarannya serta menerima petunjuknya. Semua tanda ini menjadi syarat-syarat keberadaan cinta yang sejati. Kecintaan yang sempurna tidak akan terwujud jika salah satu syaratnya hilang.